Powered By Blogger

Senin, 03 Desember 2012

Kau Masih Di Hatiku

Hal yang sudah diprediksi sebelumnya akhirnya terjadi. Garuda kembali bertekuk lutut di depan Harimau Malaya. Negara yang dahulu bukanlah momok buat kita, sekarang menjadi momok yang menakutkan. Sudah berkali-kali kita kalah dari Malaysia baik di ajang AFF Cup, maupun SEA Games. Ironis memang. Tapi apa daya, itu adalah sebuah fakta yang harus kita terima.

Banyaknya masalah yang mendera PSSI mulai dari awal kepengurusan Djohar Arifin sampai ke persiapan AFF Cup, membuat Timnas yang mewakili Indonesia menjadi tidak maksimal. Baik maksimal dari segi materi pemain maupun dari segi dana yang tak mendapat bantuan berarti dari pemerintah. Ironis!!!

Sepakbola kita memang sedang sakit parah. Sama parahnya dengan prestasinya yang semakin tahun semakin menurun. Apalagi politik sudah meracuni sepakbola Indonesia. Banyaknya konflik kepentingan membuat sepakbola kita menjadi korbannya. Liga yang sudah jelas jelas legal menurut FIFA, selalu diganggu oleh liga yang ilegal. Pengurus yang sah, selalu diganggu oleh pengurus yang mengaku sebagai penyelamat sepak bola Indonesia. Padahal, selama bertahun-tahun mereka mengurus sepakbola Indonesia, tak sekalipun mereka bisa membawa gelar juara ke pangkuan Ibu Pertiwi. Belum lagi tak pernah menang melawan Singapura selama 14 tahun. Ironis!!!!

Rakyat Indonesia selama ini sudah dibodohi dengan berita-berita sesat yang bertujuan ingin menjatuhkan kepengurusan PSSI yang sah yang diketuai oleh Djohar Arifin. Dengan tanpa kenal lelah, mereka membodohi rakyat Indonesia baik lewat Televisi, Media elektronik, ataupun cara-cara kotor lain. Mengapa mereka begitu ngotot menguasai sepakbola Indonesia? Apa yang mau mereka cari? 

Liga yang katanya dipenuhi pemain terbaik dari seluruh Indonesia, sampai sekarang laporan keuangannya tidak jelas ntah kemana. Dari dulu katanya mau mandiri tanpa APBD. Tapi sampai sekarang, hasilnya nihil. Belum lagi gaji pemain yang selalu menunggak. Aduhhhhhh...
ya sudahlah terlalu banyak yang mau dibahas tentang kehebaran Liga Jeger itu.

Apapun hasil yang diterima Timnas kita di AFF Cup kemarin, patut kita syukuri. Dengan materi yang seadanya, kita bisa menang dari Singapura yang selama 14 tahun belum pernah kita kalahkan. Dengan materi seperti itu aja kita bisa dapat hasil yang lumayan, apalagi dengan materi terbaik.Bukan mustahil kita bisa juara. Tapi yang terpenting sekarang adalah menatap ke depan. Pemain yang ada harus lebih dimatangkan dan lebih sering diberi jam terbang yang lebih dengan mengikuti friendly match dan turnamen-turnamen besar. Karena setumpul-tumpulnya pisau, kalau diasah akan tajam juga. Tak ada yang mustahil.

Aku yakin dengan pembinaan yang benar, dan jam terbang yang cukup, pemain yang ada sekarang yang sering dihujat oleh orang-orang Liga Jeger, akan menjadi pemain yang menakutkan buat negara lain di masa yang akan datang. Aku yakin itu karena potensi mereka sudah terlihat di ajang AFF Cup ini.
Aku juga yakin suatu saat kita akan juara AFF Cup untuk pertama kalinya. Karena Kau Masih Di Hatiku. Ya, Garuda Masih Di Hatiku....

Nil, Pahlawan yang Tidak Mengenal Rasa Takut




Indikasi sekitar kemungkinan besar, PSSI akan mempertahankan kerangka Timnas AFF2012 dibawah asuhan Coach Nil Maizar, ternyata disambut dengan antusias oleh sebagaian besar pecinta dan komentator bola nasional.

Hal tersebut sekaligus membuktikan, bahwa Coach Nil telah berhasil menanamkan warna baru dalam karakter persepakbolaan nasional. Adanya karakter baru tersebut, juga diakui sendiri oleh pelatih Timnas Malaysia Rajagopal, pada saat berakhirnya duel El Classico Asean antara Timnas Indonesia vs Timnas Malaysia, yang berakhir dengan kekalahan Timnas Indonesia 2-0. Dalam penjelasaanya, Rajagopal mengatakan ‘’ Timnas Indonesia sangat berbeda dengan Timnas AFF2010. Dan mereka punya masa depan’’.

Pernyataan spontanitas Rajagopal bukanlah datang tanpa alasan. Tentu saja karena ia melihat strategi permainan Timnas Indonesia sangat berbeda dari timnas sebelum-sebelumnya, yang sudah sangat ia kenal. Bahkan di menit-menit awal, Timnas Malaysia harus habis-habisan mempertahankan gawangnya dari gempuran Timnas Indonesia. Walaupun akhirnya keberuntungan tetap berada di pihak Malaysia.

Di Indonesia, memang banyak kita temui pelatih hebat, walaupun untuk level sepak bola nasional. Rahmad Darmawan (RD) yang terkenal dengan tangan dinginnya, karena telah berhasil membawa beberapa klub ISL menuai sukses di beberapa ajang kompetisi antar klub, terakhir adalah prestasi yang lumayan di saat menangani Tim Junior PSSI, yang berlaga di ajang Sea Games. Telah dikenang oleh khalayak bola nasional sebagai pelatih yang berkemampuan khusus. Sayangnya, RD dianggap kurang memiliki keberanian yang cukup. Buktinya ia mengundurkan diri dari kepelatihan Timnas dengan alasan, tidak bisa memilih pemain terbaik akibat terjadinya dualisme dalam pengelolaan bola nasional.

Alfred Ridle (AR), pelatih berkebangsaan Austria, sebagaian khalayak bola nasional menganggapnya telah berhasil membawa bola nasional sedikit lebih maju. Apalagi setelah Timnas AFF2010 berhasil meraih Runner Up dalam perhelatan bola paling bergengsi di Negara-negara Asean tersebut, pada tahun 2010. Namun AR masih dianggap tidak mempunya keberanian. Buktinya di era kepelatihannya, AR tidak mau memberikan kesempatan kepada pemain yang bertalenta dan bermain di IPL, untuk bergabung kedalam Timnas, padahal pemerintah sendiri sudah memberikan lampu hijau untuk hal tersebut.

Berbeda dengan Nil Maizar (NM), di saat pelatih-pelatih hebat nasional menjauhkan diri dalam melatih Timnas, NM justeru rela meninggalkan puncak karirnya di Semen Padang, semata-mata demi memenuhi panggalan Negara. Dengan ruang yang sangat terbatas, NM malah siap menerima tongkat amanah untuk melatih Timnas Indonesia. Keterbatasan opsi dalam memilih pemain bukan alasan baginya. Kenapa? Karena sedari awal memang niatnya ingin mengabdi kepada Negara dengan berbagai daya yang dimilikinya. Hebatnya, ia malah secara gamblang berani memanggil semua pemain nasional yang berkualitas baik yang bermain di LPI maupun LSI. Lucunya, malah pengelola LSI yang kalang kabut, ancam sana ancam sini, untuk memblok para pemainnya bergabung dalam Timnas besutan NM (Nyala Mattaliti atau KPSI)

Nil adalah sosok patriot, ibaratnya Bung Hatta Kecil putra Minang Kabau. Demi membela nama Negara ia berani mengeyahkan semua rasa takut dan ancaman. Serta mampu berbuat maksimal untuk negerinya dalam ruang yang sangat terbatas. Yaitu suatu sifat yang sangat langka dan susah untuk dijumpai di era saat ini. Karena sebagian besar masih lebih mementingkan gemerlapnya tahta dan harta yang melimpah, ketimbang memenuhi panggilan Ibu Pertiwi.